Pasar perumahan Amerika Serikat mengalami pergeseran besar sepanjang awal 2025, ditandai dengan makin dominannya peran investor perumahan dalam transaksi properti. Data terbaru dari BatchData mengungkapkan bahwa pada kuartal pertama 2025, investor membeli 27% dari seluruh rumah yang terjual di AS, level tertinggi sejak krisis properti terakhir.
Fenomena ini semakin menyingkirkan pembeli tradisional, terutama pembeli rumah pertama, yang kini kesulitan bersaing akibat harga rumah yang melonjak serta suku bunga hipotek yang masih bertahan di level tinggi. Para investor perumahan, khususnya mereka yang bertransaksi tunai, dengan mudah mengambil alih pasar, membeli rumah yang terjangkau sebelum konsumen individu mampu menawar (apnews.com).
Daftar isi
Tekanan Berat Bagi Pembeli Pertama
Dampak terbesar terasa pada pembeli rumah pertama yang kini semakin terpinggirkan. Data Wall Street Journal mencatat jumlah pembeli rumah pertama kali hanya 1,1 juta orang sepanjang 2024, jauh di bawah rata-rata dua dekade terakhir yang mencapai 2,1 juta per tahun. Kondisi ini diperparah oleh tingginya suku bunga KPR yang kini masih berada di kisaran 6,5% hingga 7%, memukul daya beli generasi muda yang baru ingin memulai kepemilikan rumah.
Generasi milenial dan Gen Z yang bercita-cita menjadi pemilik rumah, kini banyak yang terjebak dalam status “trapped renters.” Mereka harus tetap menyewa karena tidak mampu membayar uang muka atau mencicil rumah yang harganya melambung tinggi. Menurut laporan WSJ, jumlah rumah sewa di AS mencapai rekor 46 juta unit, seiring makin banyak orang terpaksa menunda membeli rumah.
Properti di segmen harga di bawah US$ 500.000, yang seharusnya menjadi ceruk pasar pembeli rumah pertama, justru mengalami penurunan penjualan paling tajam. Para investor perumahan, terutama yang membawa modal tunai, mampu mengambil alih rumah-rumah di kisaran harga ini. Setelah dibeli, rumah-rumah tersebut sering disewakan kembali atau direnovasi dan dijual dengan harga lebih tinggi. Bagi pembeli tradisional, waktu untuk mengajukan penawaran KPR membuat mereka kalah cepat dibanding investor yang siap membeli secara langsung.
Siapa Sebenarnya Para investor perumahan?
Mayoritas investor perumahan yang mendominasi pasar ternyata bukan korporasi besar Wall Street. Menurut BatchData, sekitar 85% investor hanya memiliki 1 hingga 5 properti. Investor kategori ini adalah pemilik rumah individu atau investor kecil yang memanfaatkan rumah sewaan sebagai pendapatan pasif. Sebanyak 5% memiliki 6 hingga 10 properti, sedangkan investor perumahan besar yang memegang lebih dari 1.000 unit properti hanya mewakili sekitar 2,2% dari pasar.
Meskipun proporsi investor institusional relatif kecil, pengaruh mereka terasa signifikan di wilayah tertentu seperti NYC, Georgia, Texas, North Carolina, dan Florida. Di daerah-daerah ini, persentase rumah yang dimiliki investor bisa mencapai 12% dari seluruh stok perumahan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena investor institusional memiliki kekuatan modal besar untuk membeli dalam jumlah banyak, sehingga turut mendorong harga properti naik secara regional.
Menariknya, justru investor institusional besar kini mulai menahan diri. Beberapa perusahaan besar seperti Invitation Homes dan American Homes 4 Rent mengumumkan penjualan sebagian properti mereka untuk mengurangi potensi kerugian akibat tekanan pasar. Laporan Investopedia menyebut pada 2024, investor perumahan juga tercatat sebagai 10,8% dari total penjual rumah, level tertinggi dalam satu dekade. Fenomena ini menciptakan peluang bagi pembeli tradisional yang bisa memanfaatkan lonjakan suplai rumah saat investor besar melepas aset mereka.
Risiko dan Peluang Pasar Properti AS
Tren dominasi investor perumahan ini menghadirkan dilema. Di satu sisi, kehadiran investor membantu menjaga perputaran pasar di tengah kondisi suku bunga tinggi. Tanpa mereka, volume transaksi rumah kemungkinan akan merosot lebih drastis. Namun, investor juga dituding mendorong harga rumah naik, sehingga menyingkirkan pembeli individu, terutama mereka yang baru pertama kali membeli rumah.
Para ahli properti memperkirakan tren investor perumahan akan tetap kuat, meskipun tidak sekuat era suku bunga rendah sebelum 2022. Selama harga sewa masih tinggi dan permintaan rumah tetap ada, rumah tetap menjadi instrumen investasi yang menggiurkan. Namun, tekanan sosial dan politik mulai muncul, menuntut pemerintah membuat regulasi yang membatasi pembelian rumah oleh investor demi melindungi pembeli rumah pertama.
Bagi pembeli tradisional, peluang mungkin terbuka dalam waktu dekat. Laporan Investopedia mengungkap beberapa investor besar sedang mengurangi portofolio properti mereka, menciptakan celah masuk ke pasar. Namun, cepatnya pergerakan investor perumahan kecil tetap menjadi tantangan besar. Pemerintah AS dan lembaga keuangan kini mulai mempertimbangkan kebijakan baru, termasuk insentif pembelian rumah pertama atau pembatasan pembelian investor di area tertentu, demi menjaga keseimbangan pasar.
Baca Juga : Kebijakan Congestion Pricing NYC Sukses Kurangi Macet dan Polusi
Pasar perumahan AS kini berubah menjadi arena persaingan ketat antara investor bermodal besar dan pembeli rumah tradisional. Data terbaru menunjukkan investor perumahan mengambil porsi signifikan dari transaksi rumah, sementara pembeli pertama tertekan oleh harga tinggi dan suku bunga yang mencekik.
Meskipun ada tanda-tanda investor perumahan besar mulai melepas sebagian aset, dominasi investor kecil tetap membuat pasar sulit dijangkau bagi banyak warga AS. Keputusan kebijakan dalam beberapa bulan ke depan akan menentukan apakah pasar perumahan bisa kembali lebih inklusif, atau justru makin menjadi ladang investasi yang tidak terjangkau bagi rakyat biasa.