Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan Jumat, 15 Agustus 2025. Berdasarkan data pasar spot pagi ini, rupiah dibuka di kisaran Rp15.750 per dolar AS, turun sekitar 0,25% dibandingkan penutupan sebelumnya. Pelemahan ini mencerminkan tekanan yang datang baik dari faktor eksternal maupun internal, yang masih membayangi stabilitas mata uang Garuda.
Sentimen global menjadi salah satu pemicu utama pelemahan nilai tukar rupiah. Menguatnya indeks dolar AS didorong oleh data inflasi Amerika Serikat yang masih berada di atas ekspektasi, membuat investor global kembali memburu aset safe haven. Kondisi ini menyebabkan arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga rupiah mengalami tekanan.
Di sisi domestik, pelaku pasar juga mencermati defisit transaksi berjalan yang lebih lebar dari perkiraan. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan impor meningkat lebih cepat dibandingkan ekspor, sehingga permintaan dolar AS di pasar valas domestik ikut meningkat. Bank Indonesia pun diharapkan akan terus melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak pasar.
Daftar isi
Faktor Eksternal yang Tekan Rupiah
Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS pada 15 Agustus 2025, dipengaruhi faktor global dan domestik. Simak analisis lengkap penyebab dan dampaknya. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kali ini tidak lepas dari kondisi eksternal yang sedang berlangsung. Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, memberi sinyal bahwa kebijakan suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama. Hal ini memicu penguatan imbal hasil obligasi AS, sehingga menarik aliran modal keluar dari Indonesia.
Selain itu, ketegangan geopolitik di beberapa kawasan dunia, seperti konflik di Timur Tengah dan ketidakpastian hubungan dagang antara AS dan China, juga menambah sentimen negatif. Investor global menjadi lebih berhati-hati, sehingga aset berisiko di pasar negara berkembang cenderung ditinggalkan. Dampaknya, permintaan dolar AS menguat, sementara nilai tukar rupiah mengalami pelemahan.
Perlambatan ekonomi China turut memberi tekanan. Sebagai mitra dagang utama Indonesia, pelemahan ekonomi Negeri Tirai Bambu dapat memengaruhi prospek ekspor Indonesia. Jika permintaan dari China menurun, maka neraca perdagangan Indonesia berpotensi tertekan, yang pada akhirnya dapat memperlemah nilai tukar rupiah.
Faktor Domestik dan Respons Kebijakan
Di dalam negeri, pelemahan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh faktor musiman, seperti kebutuhan impor bahan baku industri yang meningkat menjelang kuartal akhir tahun. Permintaan dolar AS dari importir meningkat, mendorong tekanan di pasar valuta asing.
Bank Indonesia merespons kondisi ini dengan melakukan intervensi ganda, yaitu di pasar spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Langkah ini bertujuan menahan pelemahan nilai tukar rupiah agar tidak menembus batas psikologis Rp15.800 per dolar AS. Selain itu, BI juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat, mengingat pelemahan rupiah bisa memicu inflasi impor.
Pengamat pasar uang menilai, kestabilan nilai tukar rupiah akan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi global dan efektivitas kebijakan domestik. Jika tekanan dari luar negeri mereda, rupiah berpeluang menguat kembali. Namun, jika tren penguatan dolar AS berlanjut, pelemahan rupiah bisa bertahan lebih lama.
Pelemahan nilai tukar rupiah memiliki dampak luas bagi perekonomian nasional. Dari sisi positif, pelemahan rupiah dapat meningkatkan daya saing ekspor karena produk Indonesia menjadi relatif lebih murah di pasar global. Namun, keuntungan ini sering kali tertutup oleh meningkatnya biaya impor bahan baku dan barang modal.
Baca juga : Rupiah Perkasa Terhadap Dolar AS Hari Ini
Bagi dunia usaha, terutama sektor industri yang bergantung pada bahan baku impor, pelemahan rupiah dapat meningkatkan biaya produksi. Hal ini pada akhirnya bisa memengaruhi harga jual produk di pasar domestik. Sementara itu, bagi pemerintah, pelemahan nilai tukar rupiah dapat menambah beban pembayaran utang luar negeri yang berdenominasi dolar AS.
Di sisi masyarakat, pelemahan rupiah bisa berimbas pada kenaikan harga barang impor, mulai dari elektronik, otomotif, hingga kebutuhan pokok tertentu. Jika tidak diantisipasi, hal ini dapat memicu tekanan inflasi dan menurunkan daya beli. Oleh karena itu, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah menjadi prioritas utama bagi otoritas moneter.