Konflik Thailand Kamboja kembali pecah di sepanjang perbatasan kedua negara, hanya beberapa minggu setelah keduanya menandatangani Deklarasi Damai Kuala Lumpur. Bentrokan bersenjata dilaporkan terjadi di beberapa titik strategis di wilayah barat laut Kamboja dan timur Thailand, menewaskan sejumlah personel militer serta melukai warga sipil yang terjebak di zona konflik.
Kementerian Pertahanan Thailand menuduh pasukan Kamboja melanggar kesepakatan demiliterisasi yang menjadi bagian dari Deklarasi Damai. Namun, pihak Kamboja membantah dan menyebut serangan itu sebagai bentuk pertahanan diri setelah pasukan Thailand dianggap melanggar garis batas wilayah. Situasi ini menandai kemunduran diplomatik serius, mengingat Deklarasi Damai Kuala Lumpur baru saja diresmikan dengan mediasi Amerika Serikat dan Malaysia.
Ketegangan politik di Bangkok dan Phnom Penh memperburuk situasi. Pemerintah Thailand yang baru terbentuk menghadapi tekanan politik dalam negeri, sementara Kamboja menuduh tetangganya berusaha memperluas kontrol terhadap kawasan perbatasan kaya sumber daya. Konflik Thailand Kamboja pun memunculkan kembali bayang-bayang perang terbuka yang sempat diredam satu dekade lalu, mengingat kedua negara memiliki sejarah panjang sengketa teritorial yang belum tuntas.
Daftar isi
Amerika Serikat Desak Penghentian Serangan
Amerika Serikat, yang turut menjadi penjamin Deklarasi Damai Kuala Lumpur, menyatakan keprihatinan mendalam terhadap meningkatnya eskalasi di perbatasan Thailand dan Kamboja. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, meminta kedua pihak segera menghentikan aksi militer dan mematuhi komitmen damai yang telah disepakati di bawah pengawasan komunitas internasional. Ia menegaskan bahwa pelanggaran terhadap kesepakatan damai akan merusak kredibilitas diplomasi kawasan dan membuka risiko ketegangan militer lebih luas di Asia Tenggara.
Dalam pernyataannya di Washington, Rubio menegaskan bahwa pemerintah AS akan meninjau kembali kerja sama militer dengan kedua negara jika konflik terus berlanjut. Pernyataan keras tersebut mencerminkan kekhawatiran bahwa konflik Thailand Kamboja bisa meluas menjadi krisis regional yang melibatkan pihak eksternal. AS juga menyerukan kepada ASEAN untuk segera mengambil langkah koordinasi demi menghindari krisis kemanusiaan baru di sepanjang perbatasan.
Namun, tanggapan dari Thailand justru menimbulkan tanda tanya. Pemerintah Bangkok menyatakan akan menarik diri sepenuhnya dari Deklarasi Damai Kuala Lumpur, dengan alasan proses mediasi yang dilakukan Malaysia dan AS dianggap tidak netral. Langkah ini membuat situasi diplomatik semakin rumit, mengingat Kamboja masih menegaskan komitmennya terhadap kesepakatan tersebut meski menuding Thailand melakukan provokasi militer. Konflik Thailand Kamboja kini bukan hanya persoalan perbatasan, tetapi juga menjadi simbol kegagalan diplomasi regional dalam menengahi konflik bersenjata antaranggota ASEAN.
Efek Domino bagi Stabilitas Kawasan
Peningkatan ketegangan antara Thailand dan Kamboja menimbulkan kekhawatiran akan efek domino bagi keamanan Asia Tenggara. Kawasan yang sebelumnya dikenal stabil kini dihadapkan pada risiko militerisasi baru di wilayah perbatasan. Negara-negara tetangga seperti Laos dan Vietnam telah memperketat patroli perbatasan mereka, khawatir konflik meluas akibat arus pengungsi atau penyelundupan senjata lintas wilayah.
Bentrokan yang berkelanjutan juga berpotensi mengguncang hubungan ekonomi regional. Kawasan perbatasan yang menjadi jalur perdagangan penting antara Thailand dan Kamboja kini lumpuh akibat penutupan akses dan penghentian kegiatan ekspor-impor. Para analis memperingatkan, jika konflik Thailand Kamboja tidak segera mereda, kerugian ekonomi bisa mencapai miliaran dolar dan mengganggu rantai pasok regional, termasuk perdagangan pertanian dan energi.
Dari sisi politik, situasi ini menguji solidaritas ASEAN yang selama ini menempatkan prinsip non-intervensi sebagai fondasi utama. Namun banyak pihak menilai bahwa ASEAN perlu mengambil pendekatan lebih tegas. Negara-negara anggota seperti Indonesia dan Singapura telah menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan ASEAN untuk membahas krisis tersebut. Jika konflik Thailand Kamboja terus dibiarkan, kekhawatiran akan melemahnya kredibilitas ASEAN di mata dunia internasional semakin besar.
Jalan Damai Masih Terbuka
Meski situasi di lapangan memburuk, peluang untuk de-eskalasi masih terbuka. Pemerintah Malaysia yang menjadi mediator dalam Deklarasi Damai Kuala Lumpur berupaya menghidupkan kembali jalur diplomasi melalui pendekatan personal ke Bangkok dan Phnom Penh. Perdana Menteri Anwar Ibrahim disebut tengah menjajaki pertemuan trilateral dengan dukungan PBB dan Uni Eropa untuk memulihkan kepercayaan antar pihak.
Kamboja sendiri menyatakan kesiapannya untuk kembali berdialog asalkan Thailand menghentikan operasi militer dan menarik pasukan dari zona demiliterisasi. Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda gencatan senjata di lapangan. Bentrokan masih dilaporkan terjadi di sekitar wilayah Oddar Meanchey dan Sa Kaeo, dengan masing-masing pihak saling menuduh melakukan provokasi lebih dulu.
Baca juga : Kesepakatan Thailand Kamboja Difasilitasi Trump di ASEAN
Banyak pengamat menilai bahwa konflik Thailand Kamboja adalah cerminan rapuhnya sistem keamanan regional di Asia Tenggara. Selama mekanisme penyelesaian sengketa ASEAN tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, negara-negara anggota akan cenderung bertindak sepihak dalam melindungi kepentingan nasionalnya. Namun diplomasi masih menjadi jalan terbaik, sebab perang terbuka hanya akan menghancurkan ekonomi dan menambah penderitaan rakyat di kedua negara.
Amerika Serikat, yang semula menjadi pihak penjamin perdamaian, kini berperan sebagai pengingat agar prinsip-prinsip Deklarasi Damai tidak dilupakan. Pemerintah di Washington menegaskan akan mendukung setiap upaya mediasi baru selama kedua pihak menunjukkan niat tulus untuk menurunkan tensi militer. Dunia menunggu apakah kedua negara mampu menempatkan kepentingan rakyat di atas ambisi politik dan nasionalisme sempit. Ke depan, konflik Thailand Kamboja akan menjadi ujian bagi seluruh kawasan — apakah Asia Tenggara tetap menjadi zona damai dan stabil, atau berubah menjadi arena kompetisi geopolitik baru yang mengancam perdamaian regional.
