Peringatan lima tahun wafatnya tokoh hak sipil Amerika Serikat, John Lewis, menjadi momentum bagi ribuan warga untuk menggelar demonstrasi bertajuk Good Trouble Protests. Gerakan ini berlangsung secara serentak di lebih dari 1.500 lokasi pada 17 Juli 2025. Dari Washington, D.C. hingga Los Angeles, suara publik menggema menyuarakan hak pilih, keadilan sosial, dan penolakan terhadap sejumlah kebijakan kontroversial pemerintahan Donald Trump.
Good Trouble Protests merujuk pada filosofi perjuangan Lewis yang terkenal dengan ungkapan “make good trouble, necessary trouble”. Spirit ini kini dihidupkan kembali oleh aktivis lintas usia dan ras, menandakan bahwa semangat hak sipil belum padam. Tahun ini, fokus utama protes diarahkan pada isu-isu krusial seperti hak imigran, reformasi pemilu, dan diskriminasi sistemik di berbagai sektor kehidupan.
Daftar isi
Demonstrasi Damai di Berbagai Kota
Di ibu kota negara, ratusan demonstran berkumpul di depan Gedung Capitol dengan membawa spanduk bertuliskan “Good Trouble Lives On” dan “Protect Voting Rights”. Mereka berjalan kaki menuju Mahkamah Agung sembari menyanyikan lagu-lagu perjuangan era 60-an. Suasana damai dan penuh solidaritas mewarnai aksi ini.
Sementara itu di Houston, komunitas lokal menyuarakan kritik terhadap kebijakan imigrasi Trump yang dianggap represif. Massa aksi dalam Good Trouble Protests membawa pesan kuat menolak deportasi massal, serta menuntut perlindungan bagi keluarga migran yang terancam terpisah akibat perubahan kebijakan suaka.
Unjuk rasa serupa juga terjadi di Huron County, Michigan, di mana para aktivis muda dan lansia bergandengan tangan menyusuri jalan utama kota. Mereka mengenakan kaus dengan wajah John Lewis, sembari menyerukan pentingnya pendidikan hak suara dan transparansi pemilu.
Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah dan Seruan Aksi
Good Trouble Protests tidak hanya menjadi bentuk peringatan simbolis, tetapi juga gerakan politis yang menyoroti sejumlah kebijakan pemerintahan Trump. Di antaranya adalah penghapusan program bantuan sosial, pembatasan hak reproduksi, dan pengurangan akses layanan kesehatan bagi komunitas rentan. Para pengunjuk rasa menilai kebijakan ini berpotensi memperluas kesenjangan sosial.
Selain itu, banyak peserta protes menyatakan kekhawatiran terhadap tren pelemahan demokrasi di AS, terutama melalui upaya pembatasan hak suara. Mereka menyerukan Kongres untuk segera mengesahkan Undang-Undang John R. Lewis Voting Rights Advancement Act guna menjamin hak konstitusional setiap warga.
Berbagai kelompok advokasi seperti ACLU, NAACP, dan March For Our Lives turut ambil bagian dalam koordinasi nasional Good Trouble Protests. Mereka mendesak partisipasi publik lebih besar dalam pemilu mendatang, serta mendidik warga agar lebih kritis terhadap informasi politik yang menyesatkan.
Selain menjadi arena protes, Good Trouble Protests juga berfungsi sebagai panggung edukasi masyarakat. Di berbagai lokasi, panitia menyediakan stan informasi seputar hak pemilih, layanan konseling hukum bagi migran, dan ruang diskusi terbuka mengenai keadilan sosial. Inisiatif ini bertujuan mengubah protes jalanan menjadi gerakan berbasis pengetahuan dan strategi jangka panjang.
Tidak sedikit tokoh publik dan artis turut menyampaikan dukungannya melalui media sosial, seperti Ava DuVernay, Kerry Washington, dan Senator Raphael Warnock. Mereka menekankan pentingnya menjaga semangat perjuangan John Lewis di tengah dinamika politik yang kian polarisatif.
Good Trouble Protests juga memperlihatkan bahwa demokrasi Amerika masih memiliki kekuatan dari akar rumput. Aksi ini menyatukan warga dari latar belakang berbeda untuk menyuarakan isu-isu fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika suara rakyat terdengar secara kolektif, tekanan terhadap pembuat kebijakan pun meningkat secara signifikan.
Baca juga : Gempa Alaska 7,3 SR Picu Peringatan Tsunami, Warga Dievakuasi
Pemerintahan Trump sendiri belum memberikan respons resmi atas gelombang protes tersebut. Namun sejumlah politisi dari Partai Republik menyebut aksi itu sebagai “propaganda partisan”. Meskipun begitu, banyak analis politik menyatakan bahwa gerakan ini memiliki daya dorong signifikan menjelang Pemilu 2026.
Dengan keberhasilan mobilisasi nasional dan fokus pada isu substansial, Good Trouble Protests membuktikan bahwa warisan moral John Lewis tidak akan hilang dimakan waktu. Justru, ia menjadi inspirasi generasi baru dalam memperjuangkan masyarakat yang lebih adil dan setara.
Di tengah ketidakpastian politik, gerakan ini mengingatkan bahwa demokrasi bukanlah sistem yang berjalan otomatis, melainkan hasil dari upaya kolektif yang terus diperjuangkan dari generasi ke generasi.