Kontroversi America First: Strategi Hebat atau Bumerang?

Kontroversi america first: strategi hebat atau bumerang?

Di Balik Slogan yang Mengguncang Dunia

Saat mendengar frasa “America First,” sebagian orang mungkin membayangkan kebijakan kuat yang mementingkan rakyat Amerika.

Tapi sebagian lainnya, terutama di luar negeri, melihatnya sebagai bentuk penarikan diri dari tanggung jawab global. Slogan ini bukan sekadar retorika kampanye Donald Trump tahun 2016, melainkan tonggak kebijakan yang secara nyata mengubah wajah diplomasi dan ekonomi Amerika Serikat.

Namun, benarkah “America First” sepenuhnya berhasil? Atau justru ia mengarah ke isolasi yang berisiko?

Asal Mula: Dari Sejarah Lama ke Politik Modern

Frasa ini bukan barang baru. Di awal 1940-an, “America First Committee” muncul sebagai gerakan isolationist yang menolak keterlibatan AS dalam Perang Dunia II. Puluhan tahun kemudian, frasa itu hidup kembali dalam semangat yang agak berbeda, namun tetap membawa pesan yang mirip: kita duluan, yang lain belakangan.

Donald Trump mempopulerkannya sebagai landasan dari hampir semua kebijakan luar negeri dan ekonomi selama masa jabatannya. Ia ingin menunjukkan bahwa Amerika tak lagi mau jadi “polisi dunia.”

Apa yang Dimaksud dengan Strategi “America First”

Secara sederhana, strategi ini punya tiga arah utama:

  • Proteksionisme Ekonomi: Melindungi industri dan pekerjaan dalam negeri dari serbuan impor dan persaingan asing.
  • Kebijakan Luar Negeri Non-Intervensi: Menghindari keterlibatan militer di luar negeri, kecuali untuk kepentingan langsung Amerika.
  • Peninjauan Kembali Perjanjian Internasional: Menarik diri dari komitmen global yang dianggap tidak menguntungkan.

Dampaknya terasa cepat: keluar dari Paris Agreement, renegosiasi NAFTA jadi USMCA, dan peningkatan tarif impor terhadap produk dari China, Meksiko, dan bahkan sekutu seperti Kanada.

Efek Domestik: Ada yang Menang, Banyak yang Bertanya

Bagi sebagian warga AS, terutama pekerja manufaktur dan petani, “America First” tampak menjanjikan. Ada narasi tentang kembalinya pekerjaan, pabrik-pabrik dibuka lagi, dan kebanggaan terhadap produksi lokal. Tapi apakah itu bertahan?

Beberapa data awal dari Biro Statistik Tenaga Kerja memang menunjukkan peningkatan lapangan kerja di sektor tertentu. Tapi dampaknya tidak merata. Ketika China membalas dengan tarif baru, banyak petani Amerika kehilangan pasar ekspor mereka.

Dan ironisnya, banyak perusahaan yang justru menaikkan harga karena biaya bahan baku impor meningkat.

Hubungan Internasional: Sekutu Mulai Jaga Jarak

Salah satu konsekuensi besar dari kebijakan ini adalah renggangnya hubungan Amerika dengan sekutu lamanya. Uni Eropa, Jepang, bahkan Kanada merasa ditinggalkan. Ketika Trump mengatakan bahwa negara-negara NATO harus “membayar lebih,” kepercayaan pun terguncang.

Penarikan dari Paris Agreement dan kesepakatan nuklir Iran memperkuat citra bahwa AS sedang berjalan sendiri. Banyak negara mulai mempertimbangkan kerja sama regional tanpa melibatkan Washington.

Apakah Ini Isolasionisme Gaya Baru?

Tidak bisa dipungkiri, “America First” membuat Amerika terlihat semakin eksklusif. Kritik menyebutnya sebagai bentuk isolasionisme modern: bukan menutup diri sepenuhnya, tapi memilih hubungan internasional hanya ketika menguntungkan secara sepihak.

Padahal, kekuatan Amerika di masa lalu dibangun atas kolaborasi global. Pendidikan, teknologi, militer, dan bahkan kebudayaannya menyebar karena keterlibatan aktif dalam urusan internasional.

Jika terlalu lama menutup pintu, bisa saja dunia melanjutkan tanpa Amerika sebagai pusatnya.

Dampak di Bidang Strategis Lain

  • Teknologi dan Imigrasi: Pengetatan visa pelajar dan H-1B membuat banyak talenta global memilih negara lain. Dalam jangka panjang, ini bisa melemahkan daya saing Silicon Valley.
  • Kesehatan Global: AS menarik pendanaan dari WHO di tengah pandemi, menciptakan kekosongan kepemimpinan global dalam respons kesehatan.
  • Perdagangan: Rantai pasok global terganggu karena tarif tinggi dan ketidakpastian regulasi. Beberapa perusahaan bahkan memindahkan operasi mereka keluar dari AS.

Semua itu memperkuat argumen bahwa “America First” bukan hanya soal kebijakan ekonomi, tapi mengubah wajah negara secara menyeluruh.

America First: Strategi Negara Dagang [Analisis Republika]

Jadi, Strategi atau Risiko?

Jawabannya mungkin ada di tengah. “America First” lahir dari kebutuhan untuk melindungi kepentingan nasional yang selama ini dianggap diabaikan. Tapi pelaksanaannya sering kali tanpa koordinasi, tanpa pendekatan jangka panjang, dan mengabaikan efek domino global.

Apakah pendekatan ini bisa bertahan dalam jangka panjang? Atau akan diubah oleh pemimpin berikutnya?

Satu hal yang pasti: dunia telah mencatat bagaimana Amerika memperlakukan dirinya sendiri dan mitranya. Dan ketika kepercayaan rusak, membangunnya kembali bukan perkara mudah.

Baca Juga:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *