Kebijakan Trump picu gelombang deportasi pelajar asing. Komunitas pendidikan terguncang, siswa imigran takut, dan kehadiran sekolah anjlok drastis. Kebijakan pemerintahan Trump terhadap imigran kini kembali menyasar sistem pendidikan, dengan peningkatan besar dalam deportasi pelajar asing. Kebijakan keras ini tak hanya berdampak pada imigran ilegal, tetapi juga mengancam mahasiswa internasional, pelajar muda, dan siswa dari keluarga pengungsi yang sudah lama menetap di Amerika Serikat.
Di banyak sekolah di wilayah California, Texas, dan New York, terjadi peningkatan ketidakhadiran siswa setelah gelombang deportasi pelajar asing dilakukan. Banyak anak-anak dari keluarga imigran menolak datang ke sekolah karena takut orang tua mereka akan ditangkap saat perjalanan mengantar mereka. Bahkan beberapa sekolah melaporkan penurunan kehadiran hingga 25% dalam dua pekan pertama setelah pengumuman operasi ICE terbaru.
Daftar isi
Efek Domino di Lingkungan Sekolah
Penurunan jumlah siswa di sekolah tidak hanya berdampak pada aktivitas belajar-mengajar. Sistem pendanaan pendidikan publik di banyak negara bagian AS sangat tergantung pada angka kehadiran. Maka, deportasi pelajar asing ikut memengaruhi jumlah anggaran yang diterima oleh sekolah. Banyak guru dan kepala sekolah menyampaikan keresahan karena mereka terpaksa melakukan pengurangan staf, menghentikan program bimbingan, dan membatalkan kegiatan ekstrakurikuler karena keterbatasan dana.
Seorang guru di distrik Los Angeles mengungkapkan bahwa sejak awal Juli 2025, beberapa siswanya tak pernah terlihat kembali. “Mereka hilang begitu saja. Tidak ada pemberitahuan. Setelah ditelusuri, orang tua mereka ditahan ICE dan siswanya dipindahkan ke penampungan negara,” katanya. Ini bukan kasus tunggal, melainkan cerminan dari apa yang kini terjadi secara nasional akibat deportasi pelajar asing.
Di kampus-kampus universitas, situasinya tak kalah mencekam. Mahasiswa internasional dengan visa sah kini menjadi target pengawasan, terutama mereka yang aktif dalam kegiatan sosial atau demonstrasi politik. Dalam kasus terbaru, beberapa mahasiswa asal Timur Tengah dan Asia Selatan dibatalkan visanya dan langsung dideportasi tanpa kesempatan banding. Organisasi HAM mengutuk tindakan ini sebagai pelanggaran kebebasan sipil.
Reaksi Publik dan Komunitas Internasional
Penerapan agresif dari kebijakan deportasi pelajar asing ini memicu kecaman tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Negara-negara mitra AS, seperti Kanada, Jerman, dan Jepang, menyuarakan keprihatinan terhadap perlakuan terhadap warga negaranya yang sedang menempuh pendidikan di Amerika.
Di dalam negeri, puluhan organisasi pendidikan dan hak asasi manusia menyuarakan protes. National Education Association (NEA) menyatakan bahwa pendidikan seharusnya menjadi zona netral, bukan medan tempur kebijakan imigrasi. Mereka mendesak Kongres untuk segera membatasi wewenang ICE di sekitar institusi pendidikan dan menghentikan praktik penahanan terhadap anak-anak dan pelajar.
Namun, kubu pendukung Trump justru menyambut langkah ini sebagai bentuk pemulihan supremasi hukum. Dalam pernyataan publik, beberapa anggota Partai Republik menyatakan bahwa deportasi pelajar asing yang tidak memiliki dokumen sah adalah bagian dari misi menegakkan keamanan nasional dan integritas sistem pendidikan.
Di kampus-kampus universitas, situasinya tak kalah mencekam. Mahasiswa internasional dengan visa sah kini menjadi target pengawasan, terutama mereka yang aktif dalam kegiatan sosial atau demonstrasi politik. Dalam kasus terbaru, beberapa mahasiswa asal Timur Tengah dan Asia Selatan dibatalkan visanya dan langsung dideportasi tanpa kesempatan banding. Organisasi HAM mengutuk tindakan ini sebagai pelanggaran kebebasan sipil.
Baca juga : Deportasi Amerika ke Sudan Selatan Picu Kontroversi Global
Di sisi lain, para pelajar yang terdampak langsung memilih untuk bertindak lebih hati-hati. Banyak dari mereka kini menghindari publikasi kegiatan di media sosial, membatasi pergaulan, dan selalu membawa dokumen lengkap saat berada di luar rumah. Kecemasan mendalam menyelimuti keseharian mereka—bukan karena kesalahan yang mereka buat, tetapi karena status kewarganegaraan yang menjadi beban.
Kebijakan Trump yang menargetkan deportasi pelajar asing telah menimbulkan dampak besar dalam dunia pendidikan. Ketakutan, ketidakpastian, dan kerugian sistemik menyelimuti sekolah-sekolah di berbagai penjuru AS. Apa yang awalnya disebut sebagai penegakan hukum kini berubah menjadi mimpi buruk bagi ribuan anak-anak dan mahasiswa yang berharap mendapatkan masa depan lebih baik di negeri yang mereka anggap rumah.