Perjanjian dagang RI–AS mencetak nilai Rp368 triliun, dengan penghapusan hambatan non-tarif demi memperkuat kerja sama strategis kedua negara. Dalam langkah strategis terbaru yang disambut luas oleh pelaku ekonomi, Indonesia dan Amerika Serikat mengesahkan perjanjian dagang RI–AS senilai Rp368 triliun. Kesepakatan ini tidak hanya mencakup penghapusan tarif atas mayoritas komoditas impor dan ekspor, namun juga penurunan drastis hambatan non-tarif yang selama ini menghambat kerja sama perdagangan antara kedua negara.
Diluncurkan secara resmi pada 23 Juli 2025, perjanjian ini mencerminkan titik balik besar dalam diplomasi ekonomi bilateral, terutama di tengah ketegangan global dan persaingan kawasan Asia-Pasifik. Dengan penghapusan 99% tarif terhadap produk asal AS serta relaksasi berbagai ketentuan proteksionis oleh pemerintah Indonesia, kebijakan ini dinilai sebagai sinyal kuat keterbukaan pasar dalam kerangka modernisasi ekonomi nasional.
Daftar isi
Fokus Perdagangan Strategis dan Digital
Perjanjian dagang RI–AS mencetak nilai Rp368 triliun, dengan penghapusan hambatan non-tarif demi memperkuat kerja sama strategis kedua negara. Salah satu elemen penting dalam perjanjian dagang RI–AS adalah kesepakatan terkait perdagangan digital. Indonesia sepakat untuk mempertahankan moratorium tarif terhadap lalu lintas data lintas negara, sesuai dengan kebijakan WTO. Hal ini memberikan angin segar bagi perusahaan teknologi asal AS yang selama ini mengeluhkan regulasi data yang dianggap mengekang. Sebaliknya, pelaku e-commerce di Indonesia juga mendapatkan kepastian hukum dan akses teknologi cloud serta infrastruktur digital dari AS.
Selain itu, pemerintah AS memberikan akses pasar yang lebih besar terhadap produk unggulan Indonesia seperti tekstil, hasil perkebunan, dan mineral kritis. Dalam dokumen kesepakatan, disebutkan bahwa pembelian pesawat Boeing, komoditas agrikultur, dan produk energi akan dilakukan Indonesia dengan total nilai lebih dari US$22 miliar.
Perjanjian dagang RI–AS mencetak nilai Rp368 triliun, dengan penghapusan hambatan non-tarif demi memperkuat kerja sama strategis kedua negara. Kesepakatan ini mencerminkan keseriusan kedua negara dalam membentuk kemitraan yang setara dan saling menguntungkan. Perjanjian dagang RI–AS ini menargetkan pertumbuhan perdagangan bilateral hingga 18% per tahun, dengan perluasan kerja sama di sektor energi baru, agrikultur modern, dan transportasi ramah lingkungan.
Dampak Langsung terhadap Ekonomi Domestik
Kementerian Perdagangan RI menyatakan bahwa penghapusan hambatan non-tarif di sektor otomotif, pangan, dan teknologi informasi akan mempercepat arus masuk investasi asing langsung. Selain itu, komitmen untuk menghapus prosedur inspeksi ulang dan standar ganda atas sertifikasi produk mempercepat proses distribusi barang impor strategis, termasuk alat kesehatan dan pupuk.
Industri dalam negeri diperkirakan akan menikmati peningkatan volume ekspor secara signifikan ke AS, khususnya sektor manufaktur logam dasar, tekstil, dan karet. Sementara itu, penghapusan hambatan pada impor bahan baku dari AS diharapkan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan daya saing global.
Dari sisi hubungan diplomatik, perjanjian dagang RI–AS dianggap sebagai salah satu pencapaian penting Presiden RI dalam menjaga keseimbangan geopolitik di tengah dominasi ekonomi Cina. Hal ini memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis AS di kawasan Asia Tenggara, tanpa kehilangan kemitraan dagang lainnya.
Industri dalam negeri diperkirakan akan menikmati peningkatan volume ekspor secara signifikan ke AS, khususnya sektor manufaktur logam dasar, tekstil, dan karet. Sementara itu, penghapusan hambatan pada impor bahan baku dari AS diharapkan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan daya saing global.
Baca juga : Superman Box Office Weekend Raih $573 Juta Global
Dari sisi hubungan diplomatik, perjanjian dagang RI–AS dianggap sebagai salah satu pencapaian penting Presiden RI dalam menjaga keseimbangan geopolitik di tengah dominasi ekonomi Cina. Hal ini memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis AS di kawasan Asia Tenggara, tanpa kehilangan kemitraan dagang lainnya.
Ekonom dari sejumlah lembaga pemeringkat internasional menilai bahwa perjanjian ini berpotensi menaikkan peringkat investasi Indonesia dalam jangka menengah. Sejumlah industri menilai bahwa perjanjian dagang RI–AS ini menjadi tonggak awal era baru hubungan ekonomi bilateral. Kemitraan yang lebih terbuka dengan ekonomi sebesar AS akan membuka peluang transfer teknologi, pembentukan rantai pasok bersama, serta kolaborasi dalam riset dan pengembangan.